Menjadi Penyair Dadakan

No comments
Entahlah, apa karna kangen sama seseorang disana, ketika bel belajar malem berdengung, gue masih memikirkan kata-kata yang sempat gue tulis dibuku coret-coretan gue 'lihatlah langit malam disana, apakah yang kau lihat sama dengan langit yang kulihat malam ini disini? sok puitis banget gue, kata gue dalam hati sambil tertawa geli. ah, gue ke ima deh, ngasih duit koperasi biar dia yang itung. sesuai niat gue,  gue langkahkan kaki dari depan kamar gue menuju kamar syaima. dari dekat pun terlihat, si syaima yang lagi sibuk nulis diatas meja lipatnya.

"Ma, lo lagi ngapain? nih gue bawa duit koperasi, lo itung gih" pinta gue ke syaima.
"Mana sini duitnya, biar aku itung" jawab syaima dengan suara lembut dan terkesan sopan, beda lah sama gue, hahaha. gue liat dimeja lipatnya ada notebook, tangan gue langsung menyambut notebook itu. gue buka lembaran lembaran notebook itu. ternyata masih kosong, meski ada sedikit kertas yang sudah dicoret-coret olehnya.
"Ma, gue boleh nulis nulis ga? hehe, masa... tiba-tiba gue kangen sama seseorang" pinta gue ke ima
"Yaudah nulis aja, gapapa" jawabnya sembari senyum dan ia fokus lagi melanjutkan menghitung uang koperasi yang sudah menjadi tugasnya hari itu.


Gue menengadah ke langit, gue hanya melihat bintang-bintang yang terlihat samar samar. gue mencoba mencari kata-kata. gue tau, gue bukan orang yang puitis, tetapi gue pengen sesekali bisa bikin puisi yang sesuai sama perasaan gue kala itu. sadar ngga sadar, tangan gue serasa tertarik oleh magnet, dan tangan gue mulai menari diatas kertas dengan ujung pena hitam.

aku masih disini
kamu tetap disana
aku terlelap dalam tidurku
kamu masih terjaga saat itu
aku dibagian barat
kamu dibagian timur
lalu? jadi pembatas ?
aku disini masih sayang padamu
bagaimanakah kamu disana?
masih tetap menjaga?
atau, memilih menjaga yang lain?
aku terlelap, berharap kau hadir dalam bunga tidurku
bagaimanakah dengan tidurmu?
berharapkah kau, adanya aku dalam bunga tidurmu?
semoga saja kita sama
dan, bagaimanakah kamu disana?
masih menjaga kepercayaanku?
tanyaku
untukmu
 dibeda dunia
terpisah dengan jarak beribu kilometer
masih bertahan kah kamu disana?
aku disini
bertahan
untukmu

And done! selesai nulis, gue langsung senyum-senyum kayak orang gila bersamaan dengan gue tiba-tiba bingung, kok bisa sih gue nulis begini? serasa tersihir, gue nulis kayak gitu. sekangen inikah gue sama seseorang itu? ah, gue pikir gue ngga ngerasain amat, haha. 
"Ma, lo liat deh puisinya, hahaha" tawa gue sambil menawarkannya untuk melihat puisi gue. tanpa berkata hanya dengan senyum saja, dia menarik notebooknya dari tangan gue dengan pelan. ia membiarkan matanya menatap puisi gue dengan seksama 
"Han, puisinya bagus kok... sesuai amat kayaknya sama yang lagi kamu rasain, hehe" komen syaima. "Ngga tau ya ma, masa gue bisa sok puitis gitu sih? hari hari mana pernah gue bisa nulis puisi kayak gitu, disuruh bikin kata-kata bijak pun ngga bisa gue, haha". 
"ya, soalnya kamu lagi ngerasain han, jadi kamu bisa nulis gitu" jawab Ima.

Dalam hati gue mendapat kesimpulan, setiap orang yang sedang bergejolak perasaannya, entah sedang sedih atau senang, terkadang membuat seseorang tanpa sadar menjadi penyair dadakan. gue pun sering alami ini. meskipun hasilnya ngga sebaik dan sebagus penyair terkenal, tetapi paling tidak, gue bisa mencurahkan perasaan gue lewat secarik kertas dan tetes demi tetes tinta pena hitam. haha, lucu kadang, gue suka ngga terbayang bisa kaya gini. Bagaimana dengan kamu disana ya? hehe.

No comments