Rangga, kamu tau nggak? yang kamu lakukan ke saya itu JAHAAAAT
Lho, cyin?
Ini blog gue bukan mau review Ada apa dengan cinta,huakaka. Kali ini gue mau sharing tentang "Ada apa dengan Bali Timur dan Bali Tengah". Naaahhh!
Serius deh, ngomongin Bali itu nggak ada habisnya. Setiap jengkalnya selalu ada tempat wisata yang menarik. Dari yang ala ala maksiat, liat bule bikinian, dugem, yoga, relaksasi, alam, laut, gunung, air terjun sampai upacara keagamaan bisa dijadiin daya tarik wisata. Bali kurang keren apa cobak? *mikirkeras*
Kebetulan di akhir-akhir liburan gue di Bali, Gue ditemani oleh ncim dari Cipulir nih, Namanya Kak Dea. Doi adalah seorang teman yang gue kenal dari salah satu forum terbesar di Indonesia. You know lah ya, yang logonya dominasi kuning sama biru itu. Oh ya, doski juga hits banget lho. Buktinya nih, Kak Dea punya blog pribadi yang udah pake domain sendiri www.deastrangga.com dan dia juga salah satu content writter-nya The Overtunes. Band yang lagi digandrungi banget sama Abegeh kekinian itu, haha.
Btw, penting banget bahas domain dot com nya, Han?
Jelassss, karena gue aja belom kesampaian pake domain pribadi. HAHAHA.
16 Februari 2017
Okay, Gue sama Kak Dea udah komunikasi dari sehari sebelumnya, menanyakan keberangkatan dia ke Bali. Gue sebagai tour guide abal akan menjemput Kak Dea ini di Bandara Ngurah Rai menggunakan motor colongan, eh maksutnya sewaan dari Pak Yan. Sekitar jam 2 siang, Kak Dea sudah landing dengan selamat di Bandara I Gusti Ngurah Rai. Gue agak terkaget-kaget sih saat ketemu dia di tempat kedatangan, karena Kak Dea bawa koper, huehehe. Kan cuma 3 hari aja di Bali. Mungkin dia mau lanjut melipir lagi kayaknya.
Berhubung barang bawaannya cukup banyak, akhirnya gue ajak kerumah dulu untuk naro barang-barangnya. Sekalian ketemu sama keluarga gue, biar sowan dulu gitu. Kemudian sore hari, gue mengajak Kak Dea untuk melihat Water Blow di Nusa Dua. perjalanan dari rumah hanya 15 menit dengan ngebut dong tentunya, biar ngejar waktu juga. Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Di parkiran cukup banyak wisatawan dan surfer yang selesai surfing. Yaiyalah, masa surfer abis main skateboard di laut!
Narsis cuyyy |
Air laut sedang surut, kita bisa melihat para surfer bertarung dengan ombak dari dekat. Pemandangan yang fantastis, kemudian kita melipir ke Water Blow untuk melihat debur ombak yang memecah karang. Sayangnya. sore itu air laut tenang jadi nggak bisa liat deburan ombak yang menegangkan ehehe.
Demi mengejar sunset, kita langsung melipir ke Pantai Seminyak sekitar jam 17.00. Btw karena Kak Dea baru pertama kali ke Bali, Jadi wajib gue ajak lewat Pantai Kuta dulu, buat menggugurkan kewajiban, haha.
Demi mengejar sunset, kita langsung melipir ke Pantai Seminyak sekitar jam 17.00. Btw karena Kak Dea baru pertama kali ke Bali, Jadi wajib gue ajak lewat Pantai Kuta dulu, buat menggugurkan kewajiban, haha.
Pas banget, cuaca hari itu cerah banget. The sky was so clear! Akhirnya kita jalan-jalan deh menyusuri Pantai Seminyak. Alunan musik akustik saat itu sangat asik. Angin laut semakin kencang berhembus, matahari pun mulai menghilang. Waktu sudah malam dan kita balik pulang.
Karena laper, sebelum kerumah kita mampir ke warung makan yang terkenal di daerah Tuban, namanya Nasi Pedas Bu Andhika. Warung makannya cukup luas, dan posisinya di sebelah Toko Larisa yang menjual berbagai oleh-oleh Bali dan persis di dekat toko joger. Harga makanan di sini ya lumayan sih, agak mahal dengan menu ayam sama sayur aja Rp 23.000 di luar Es Teh. Ya wajar namanya juga rumah makan bukan warteg biasa, ehehe.
17 Februari 2017
Semalam, kami sudah sempat kontak dengan Mbak Cindy, yang merupakan teman satu grup di Kaskus Traveler. Dia berencana untuk ikut gue dan Kak Dea touring ke Bali Timur dan Bali Tengah. Kami janjian di KFC Sanur jam 05.30, eh tapi gue ngaret jadi jam 06.00 karena preparenya lama, hahaha. Soalnya harus bawa bekal nih gue.
Jalanan pagi hari cukup lengang, gue bisa memacu kendaraan dengan sangat kencang untuk cepat sampai tujuan pertama : Virgin Beach alias Pantai Perasi. Kami sampai di pantai ini sekitar pukul 08.00. padahal jarak dari Jimbaran itu sekitar 80 km-an. Bayangkan seugal-ugalan apa gue? ahaha
Dari parkiran, kami harus berjalan menuju pantai sekitar 300 meter. Kebetulan, pantai itu masih sepi, hanya ada tiga orang lainnya yang sedang berenang di pinggiran. Sisanya para nelayan yang sedang berburu ikan. Dari pantai ini kita bisa melihat pemandangan Gunung Rinjani dari jauh. Wah, bener-bener di ujung timur Bali nih kita, keren abis.
Setelah puas menikmati keindahan Pantai Perasi ini, kami lanjutkan perjalanan menuju Pura Besakih. Pura Besakih ini merupakan pura terbesar dan menjadi pusat peribadahan orang hindu di Bali. Jarak yang harus kami tempuh dari Virgin Beach adalah 30 km. Jalurnya cukup ekstrim, karena berkelok-kelok tajam. Suasana mistis di daerah Karang Asem hingga Pura Besakih pun sangat terasa. Jadi harus tetap berhati-hati untuk menjaga perkataan dan perbuatan. Udara di pura ini cukup dingin, karena puranya berada di kaki Gunung Agung. Sebenarnya, jika ingin mendaki ke Gunung Agung dari Pura Besakih juga bisa, hanya butuh waktu 6 jam treking. Tapi nggak bawa alat juga, jadi cus aja ke tempat lain.
Pukul 11.00 kami sampai di Pura Besakih. Disini, gue sama Kak Dea irit ngomong biar Mbak Cindy yang nawar guide menuju Pura. Kebetulan si Mbak Cindy ini orang Surabaya yang udah lama tinggal di Denpasar. Kalau nggak ditawar, perorang bisa dikenakan biaya guide Rp 75.000. Akhirnya uang segitu bisa untuk bertiga dengan harga tiket sebesar Rp 15.000 Tips untuk yang ingin berkunjung kesini : Bawalah kain bali sendiri dan selendang untuk dipakai di perut. Ini merupakan tata cara untuk memasuki pura suci dengan berpakaian yang sopan. Kalau kalian nggak mau ribet untuk membawa kain sendiri, bisa meminjamnya dan akan dikenakan tarif sewa sebesar Rp 15.000.
Kami membawa motornya sampai parkiran, depan kompleks pura ditemani oleh guide kami bernama Bli Wayan. Bli Wayan merupakan penduduk asli sekitar Pura Besakih. Bli Wayan menjelaskan bahwa pura ini terdiri dari 50 pura yang dimiliki oleh keluarga. Pada kompleks Pura Besakih, terdapat pura yang berada di paling atas, terlihat kurang terawat daripada pura-pura lainnya,namun pemandangan yang disuguhkan dari atas pura ini sungguh luar biasa.
Bli Wayan Menjelaskan kalau pura ini memiliki beberapa bagian, untuk bagian luar bernama nista mandala, bagian tengah adalah madya mandala, dan yang ketiga (paling tinggi) adalah utama mandala. jika melakukan rapat banjar atau disebut dengan sangkep biasanya dilakukan di bagian nista mandala. Sedangkan untuk beribadah dilakukan di bagian utama mandala.
Menurut cerita dari Bli Wayan juga, Pura ini awalnya memang didirikan oleh seorang hindu dari India, kemudian tersebar lah agama hindu di Bali. Akan tetapi, beberapa adat istiadat Bali memang sudah ada sebelum agama hindu datang, seperti upacara ngaben contohnya. Upacara ngaben atau pembakaran mayat memang telah dilakukan oleh masyarakat Bali dari zaman dahulu.
Sambil berjalan kembali kebawah, kami melihat pura utama sedang ada upacara odalan. Kebetulan rombongan tersebut berasal dari Buleleng, Bali Utara. Biasanya, setelah melaksanakan Odalan di kampung masing-masing, mereka juga harus mengunjungi Pura Besakih. Ibaratnya menyelesaikan misi ibadahnya gitu.
Kebetulan disini kami bertemu dengan Rista, si gadis cilik yang mampu 20 bahasa asing. Doi ini penjual post card, dan menjualnya seharga Rp 20.000 kepada para wisatawan. Btw pas itu si Rista jago banget ngomong bahasa perancis, dia bisa lho nawarin post cardnya pake bahasa Perancis. Gue sih boro-boro, taunya amour aja, haha. Kocaknya sih pas mau di wawancara Ka Dea, dia malah nawarin jualannya aja, kita ga enak juga kalo ga beli, hahahaha. Yaudah deh, foto dia lagi sama ibunya aja.
Karena laper, sebelum kerumah kita mampir ke warung makan yang terkenal di daerah Tuban, namanya Nasi Pedas Bu Andhika. Warung makannya cukup luas, dan posisinya di sebelah Toko Larisa yang menjual berbagai oleh-oleh Bali dan persis di dekat toko joger. Harga makanan di sini ya lumayan sih, agak mahal dengan menu ayam sama sayur aja Rp 23.000 di luar Es Teh. Ya wajar namanya juga rumah makan bukan warteg biasa, ehehe.
17 Februari 2017
Semalam, kami sudah sempat kontak dengan Mbak Cindy, yang merupakan teman satu grup di Kaskus Traveler. Dia berencana untuk ikut gue dan Kak Dea touring ke Bali Timur dan Bali Tengah. Kami janjian di KFC Sanur jam 05.30, eh tapi gue ngaret jadi jam 06.00 karena preparenya lama, hahaha. Soalnya harus bawa bekal nih gue.
Jalanan pagi hari cukup lengang, gue bisa memacu kendaraan dengan sangat kencang untuk cepat sampai tujuan pertama : Virgin Beach alias Pantai Perasi. Kami sampai di pantai ini sekitar pukul 08.00. padahal jarak dari Jimbaran itu sekitar 80 km-an. Bayangkan seugal-ugalan apa gue? ahaha
Dari parkiran, kami harus berjalan menuju pantai sekitar 300 meter. Kebetulan, pantai itu masih sepi, hanya ada tiga orang lainnya yang sedang berenang di pinggiran. Sisanya para nelayan yang sedang berburu ikan. Dari pantai ini kita bisa melihat pemandangan Gunung Rinjani dari jauh. Wah, bener-bener di ujung timur Bali nih kita, keren abis.
Setelah puas menikmati keindahan Pantai Perasi ini, kami lanjutkan perjalanan menuju Pura Besakih. Pura Besakih ini merupakan pura terbesar dan menjadi pusat peribadahan orang hindu di Bali. Jarak yang harus kami tempuh dari Virgin Beach adalah 30 km. Jalurnya cukup ekstrim, karena berkelok-kelok tajam. Suasana mistis di daerah Karang Asem hingga Pura Besakih pun sangat terasa. Jadi harus tetap berhati-hati untuk menjaga perkataan dan perbuatan. Udara di pura ini cukup dingin, karena puranya berada di kaki Gunung Agung. Sebenarnya, jika ingin mendaki ke Gunung Agung dari Pura Besakih juga bisa, hanya butuh waktu 6 jam treking. Tapi nggak bawa alat juga, jadi cus aja ke tempat lain.
Pukul 11.00 kami sampai di Pura Besakih. Disini, gue sama Kak Dea irit ngomong biar Mbak Cindy yang nawar guide menuju Pura. Kebetulan si Mbak Cindy ini orang Surabaya yang udah lama tinggal di Denpasar. Kalau nggak ditawar, perorang bisa dikenakan biaya guide Rp 75.000. Akhirnya uang segitu bisa untuk bertiga dengan harga tiket sebesar Rp 15.000 Tips untuk yang ingin berkunjung kesini : Bawalah kain bali sendiri dan selendang untuk dipakai di perut. Ini merupakan tata cara untuk memasuki pura suci dengan berpakaian yang sopan. Kalau kalian nggak mau ribet untuk membawa kain sendiri, bisa meminjamnya dan akan dikenakan tarif sewa sebesar Rp 15.000.
Mbaknya narsis ih |
Ada turis dari Jepang! |
Kami membawa motornya sampai parkiran, depan kompleks pura ditemani oleh guide kami bernama Bli Wayan. Bli Wayan merupakan penduduk asli sekitar Pura Besakih. Bli Wayan menjelaskan bahwa pura ini terdiri dari 50 pura yang dimiliki oleh keluarga. Pada kompleks Pura Besakih, terdapat pura yang berada di paling atas, terlihat kurang terawat daripada pura-pura lainnya,namun pemandangan yang disuguhkan dari atas pura ini sungguh luar biasa.
Menurut cerita dari Bli Wayan juga, Pura ini awalnya memang didirikan oleh seorang hindu dari India, kemudian tersebar lah agama hindu di Bali. Akan tetapi, beberapa adat istiadat Bali memang sudah ada sebelum agama hindu datang, seperti upacara ngaben contohnya. Upacara ngaben atau pembakaran mayat memang telah dilakukan oleh masyarakat Bali dari zaman dahulu.
Sambil berjalan kembali kebawah, kami melihat pura utama sedang ada upacara odalan. Kebetulan rombongan tersebut berasal dari Buleleng, Bali Utara. Biasanya, setelah melaksanakan Odalan di kampung masing-masing, mereka juga harus mengunjungi Pura Besakih. Ibaratnya menyelesaikan misi ibadahnya gitu.
Anak-anak selesai sembahyang |
Kebetulan disini kami bertemu dengan Rista, si gadis cilik yang mampu 20 bahasa asing. Doi ini penjual post card, dan menjualnya seharga Rp 20.000 kepada para wisatawan. Btw pas itu si Rista jago banget ngomong bahasa perancis, dia bisa lho nawarin post cardnya pake bahasa Perancis. Gue sih boro-boro, taunya amour aja, haha. Kocaknya sih pas mau di wawancara Ka Dea, dia malah nawarin jualannya aja, kita ga enak juga kalo ga beli, hahahaha. Yaudah deh, foto dia lagi sama ibunya aja.
Rista dengan Ibunya sedang berjualan Postcard |
Cukup seru berkeliling di Pura Besakih, jadi bisa tau sejarah dari Pura ini. Karena ada tempat yang ingin kami kunjungi lagi, segera kami melanjutkan perjalanan menuju Air Terjun Tukad Cepung, cikidiwww. Perjalanan dari Pura Besakih menuju Air Terjun Tukad Cepung adalah 18 km. Start dari Pura Besakih sekitar jam 12.30 siang.
Jam 13.30 kami sampai di Air Terjun Tukad Cepung. Sepi banget disini, jarang ada wisatawan karena agak terpencil. Biaya masuk kesini hanya Rp 10.000 dan sudah termasuk parkir. Tangga menuju Air terjun cukup curam, untung saja cuaca sedang mendukung dan tidak hujan
Menyusuri sungai duluuu |
Karena nahan laper banget dari tadi, akhirnya kita gelar nasi di atas batu, udah bingung banget mau makan di mana karena banyak semut dan basah di mana-mana. Padahal Ka dea agak ngeri-ngeri sedap tuh makan diatas rombongan semut, huahaha.
Nasi padang breh ! |
Cheeers ! |
Selesai makan, baru deh kita melipir ke air terjunnya. Beuuuuhh, keren banget ! berasa dikasih surprise buat ngeliat air terjunnya. Air terjunnya memang mengumpat di balik Goa. Gue merasa takjub dengan keindahan alam di Bali. Allah memang Maha pelukis dan Maha Pencipta yang nggak ada siapapun yang bisa menyaingi-Nya
Hidden waterfall ! |
Bergaya nih Kak Dea dan Mbak Cindy |
Puas bangett deh pokoknya disini. Tapi sayangnya gue merasa aura mistis disini, jadi buru-buru cabut karena waktu telah munjukan pukul 15.00. Mbak Cindy juga ternyata nitipin anaknya, takut nangis ahaha. Pulang niatnya langsung caw, tapi gue ubah rute lewat Ubud, kali aja bisa mampir ke Tegalalang. Tapi ternyata malah jauh banget dan bisa-bisa balik kemaleman. Akhirnya kita ke Ubud mampir ke Bukit Campuhan, haha.
Bukit Campuhan ini terletak di belakang Pura Gunung Lebah. Awalnya bukit ini merupakan jogging track yang pada akhirnya juga difungsikan sebagai tempat wisata. Jalan setapaknya dikelilingi oleh rumput ilalang yang cukup tinggi dan hijau. Pemandangannya oke lah. Masyarakat sekitar menyebut bukit ini dengan bukit cinta. Mungkin karena buat pacaran kali yah. Kesini juga nggak bayar lho, gratis. Bayar parkir aja nggak.
Bukit Campuhan ini terletak di belakang Pura Gunung Lebah. Awalnya bukit ini merupakan jogging track yang pada akhirnya juga difungsikan sebagai tempat wisata. Jalan setapaknya dikelilingi oleh rumput ilalang yang cukup tinggi dan hijau. Pemandangannya oke lah. Masyarakat sekitar menyebut bukit ini dengan bukit cinta. Mungkin karena buat pacaran kali yah. Kesini juga nggak bayar lho, gratis. Bayar parkir aja nggak.
Hello ! |
Bukit Campuhan alias Bukit Cinta |
Gue udah capek banget paraaah, semuanya juga kelelahan. Jam 17.00 kita start dari Bukit Campuhan. Tapi nggak sengaja pas masih dijalan pulang, kita liat ada Pura dipinggir jalan banget yang sedang melaksanakan Upacara Odalan, Gue sama Kak Dea berenti dan pasang kain lagi biar bisa masuk ke Pura buat liat acaranya langsung. Keren banget, Para wanita berbaris rapih saat akan memasuki Pura.
Alunan gamelan dan tabuhan gendang juga mengiringi upacara Odalan ini. Suasana khidmat bisa dirasakan oleh semua umat hindu saat itu. Beberapa pedagang juga berjualan dipelataran Pura. Mirip kayak ada pengajian gitu, suka ada yang dagang makanan, balon dan lain-lain.
Selesai nontonin Odalan, Gue sama Kak Dea cabut daan akhirnya kita kembali kerumah sampai jam 19.00 kemudian teparr deh. Esok hari juga kita harus melipir lagi kebeberapa tempat, jadi waktu kita sisakan untuk beristirahat karena masih banyak perjalanan, hahak.
In the end, Bali memang mempesona banget. Banyak banget destinasi wisata yang bisa dikunjungi. Apalagi di Bali Timur dan Bali Tengah ini ada banyak destinasi yang belum terjamah, baik dari Pantai, Pura, Kebun Binatang, dan sebagainya. Masih banyak destinasi yang gue datengin tapi belom sempat gue ceritakan, nahhh next time deh yah !
Kalo mau tanya tanya soal trip ke Bali, bisa banget. Asal yang gue tau aja yah, ehehe. Xie-xie !
Bonus, Vlog Kak Dea dan Gue Nich :
Jadi, Next Trip kemana nich?
No comments